Selasa, 19 Oktober 2010

Nightlife @ SURABAYA

Ingin menikmati indahnya malam surabaya? tapi kaga tau tempat hank-out yg asik? ini ne berikut info tempat hiburan malam  di surabaya

1.Foreplay @  Surabaya Town Square jl. HR muhammad

2. BlowFish @ MEX Building Lt.7 Jl Pregolan 1-5

3. 360 : Royal Plaza Jl. J.A Yani

4. Eclectic : Surabaya Town Square Jl. HR Muhammad

5. Mystique : MEX Building lt.5 Jl. Pregolan 1-5

6.Coyote Ten Club : Tunjungan Plaza

7. Penthouse :Central Point Mall 3rd Floor Jl Ngagel 137 Surabaya.


8. Kantor Club : Jl. Semut Kali

9. LCC : Jl. Kedung Doro

10.Club Deluxe : Jl. Tunjungan 3 lt.4

11.Vertical Six : JW Marriott Jl. Embong Malang 85-89

12.Colors Pub : Jl. Sumatera 81

13.Kowloon Palace : Plaza Surabaya lt.5 Jl. Pemuda 31-37

14.Qemi Club : Hotel Elmi Jl. Panglima Sudirman 42-44

15.Desperado’s : Shangri-La Hotel Jl. Mayjend Sungkono

16 Station Discotique : Plaza Tunjungan 2 lt. 6 Jl. tunjungan

17. Red Boxx : Pakuwon Trade Centre #6

19 Drago La Brasserie : MEX Building Jl. Pregolan 1-5

20. Meteor One stop Entertainment : Jl. Arjuna

21. D’Boss Club : Jl. Kedungdoro 34-35

21. Cangkir Cafe : Sriwijaya

so... let have fun......bawa duit yng banyak ya.... hehehe..

clubbing,

Clubbing, sebuah kata kerja yang berasal dari kata Club, yang berarti pergi ke klub-klub pada akhir pekan untuk mendengarkan musik (biasanya bukan musik hidup) di akhir pekan untuk melepaskan kepenatan dan semua beban ritual sehari-hari. Di Indonesia, clubbing sering juga disebut dugem, dunia gemerlap, karena tidak lepas dari kilatan lampu disko yang gemerlap dan dentuman music techno yang dimainkan oleh para DJ handal yang terkadang datang dari luar negeri.
Clubbing tidaklah merupakan hal yang meresahkan sampai kita mendengar istilah-istilah “tripping 100 jam”, “pump up your sex with ecstasy”, sampai “get the best your orgasm with ecstasy”. Kita tidak akan membicarakan para junkie atau pecandu putaw yang nyolong dan malak karena gak punya duit saat sakaw (karena secara fisik ecstasy tidaklah bersifat adiksi) atau para pelacur jalanan yang terpaksa melacur karena kebutuhan ekonomi. Yang akan kita bahas adalah para eksekutif yang secara materi tidak pernah kekurang tapi selalu menghabiskan akhir pekan mulai dari jumat malam sampai senin pagi di lantai diskotik, juga para wanita mulai dari ibu-ibu sampai anak sekolah yang asyik gedek-gedek dan dengan santainya melakukan one night stand (aktifitas seks sekali pakai dan terlupakan).
Para clubbers (sebutan orang yang suka clubbing) berasal dari berbagai macam tingkatan sosial mulai dari tukang parkir, eksekutif, oknum kepolisian dan TNI, pelajar biasa, sampai ibu-ibu rumah tangga. Usinya pun beragam mulai dari remaja belasan tahun sampai kakek-kakek yang sudah bau tanah.

Saya tak akan pernah membahas hal ini jika para clubbers itu merasa bahwa tindakan mereka adalah sebuah penyimpangan. Saya tertarik untuk mengangkat masalah ini lebih jauh karena para clubbers seakan tidak pernah merasa bersalah dengan apa yang mereka lakukan, bercerita dengan bangga, bahkan menganggap bahwa clubbing adalah sebuah kewajaran, trend, dan hanyalah cara penghilang kepenatan dari aktifitas harian mereka. Lebih jauh lagi, banyak yang secara terang-terangan membentuk komunitas tertentu yang kemudian mem-bisnis-kan clubbing ini dengan menjadi promotor yang menggelar Rave Party berskala besar (ada yang tahunan bahkan bulanan) dengan mendatangkan DJ kelas dunia dari luar negeri yang pada akhirnya mendatangkan rupiah dalam jumlah besar yang terus mereka gunakan untuk “kesenangan-kesenangan” mereka dalam dunia gemerlap. Beberapa media cetak yang seharusnya bersikap netral dan berfungsi sebagai potret dari realitas sosial malahan memuat artikel-artikel yang menjurus dan memancing para pembacanya untuk mencicipi dunia gemerlap tersebut dengan mengagung-agungkan motto P.LU.R, Peace, Love, Unity, and Respect

http://indonesiancommunity.multiply.com/journal/item/1269